SIFAT DAN CIRI TANAH PADA KAWASAN HUTAN TROPIS YANG ADA DI DUNIA
MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU
LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU-OLEO
KENDARI
2014
ABSTRACT
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai
hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu
basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni
kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa.
Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan,
Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam
peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal sebagai lowland
equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest,
atau secara ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika
merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia. Hutan
hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena
hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.
Tanah dikawasan tropis mempunyai variasi yang cukup
tinggi baik sifat fisika maupun sifat kimianya. Variasi tersebut sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari variasi suhu dan curah hujan dikawasan tropis. Bahkan
dapat disebutkan bahwa keragaman tanah didaerah tropis sebanding dengan
keragaman kondisi iklimnya, baik lokal maupun regional. Selain itu hubungan
timbal balik antara vegetasi alami dan tanah sangat dekat sehingga keragaman
tipe vegetasi juga menunjukan secara langsung dan tidak langsung pada keragaman
sifat fisika dan kimia tanah.
Keragaman sifat kimia dan fisika tanah dikawasan
tropis tersebut dapat dinyatakan sebagai sebaran kesuburan dan produktifitas
tanah dari ekstrim sangat subur dan produktif hingga ekstrim infertile.
Meskipun demikian jika ingin dibuat pernyataan umum tentang tanah kawasan
tropis, terdapat kesamaan pada warnanya yaitu merah terang atau kuning, umumnya
mempunyai tekstur lempung dan berliat, juga ditemukan tekstur berpasir pada lapisan-lapisan
atas, kandungan basa relative rendah, fraksi liatnya cukup kaya dengan
alumunium dan silica. Bagian terbesar tanah tropis merupakan tanah liat kuning
atau merah yang sangat intensif karena pencucian (leaching) dan sangat
dipengaruhi oleh perubahan iklim serta mempunyai kandungan hara yang rendah.
Dalam beberapa system klasifikasi tanah yang umum, tanah tersebut digolongkan
sebagai oksisol dan ultisol yang meliputi sekitar 50% tanah tropis (Sanchez,
1976).
Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3%
tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci tingkat lanjut dan kandungan hara
rendah, hanya 13.7% tanah disana yang tergolong subur secara potensial.
Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur secara potensial lebih luas,
yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara rendah hanya 7.9%.
Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong tidak subur dan
hanya sekitar 27% yang tergolong subur. Dengan demikian secara keseluruhan
tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin. Meskipun dalam beberapa kasus,
dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang berdekatan dengan
sungai-sungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling subur
didunia.
A.
LATAR BELAKANG
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai
hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu
basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni
kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa.
Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi
hutan ini dikenal sebagai lowland equatorial evergreen
rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau secara
ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika merupakan rumah
untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia. Hutan hujan
tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena hampir
1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini. Hutan adalah sebuah
kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan
menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di
wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida
(carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus
hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah
satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Tanah adalah akumulasi tumbuhan alam yang bebas dan
menduduki sebagian besar lapisan atas permukaan bumi. Ada empat lapisan dari
tanah yakni, lapisan tanah atas (topsoil), lapisan tanah bawah (subsoil),
lapisan batuan induk terlapuk (regalith) dan lapisan batuan induk (bedrock).
Tanah-tanah yang mendominasi kawasan tropika diantaranya adalah ordo Oxisols
(22,5%) dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika), Ultisols (10,6%),
aridisol (18,4%), alfisols (16,3%), entisols (10,0%) dan Inceptisols (5,0%).
Dengan beberapa pengecualian (misalnya saja pada ordo tanah Entisols,
Inceptisols, aridisols, mollisols dan Histosols), maka sebagian besar
tanah-tanah diwilayah tropika memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan
beberapa diantaranya memiliki hubungan yang cukup erat terhadap
keterbatasan-keterbatasan untuk penggunaan penanaman yang intensif. Sebagai
contoh, oxisols dan ultisols secara umum mempunyai sifat-sifat fisik yang
memadai bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi tingkat keasamannya tinggi (pH
rendah), selain itu juga mempunyai permasalahan terhadap ketidakseimbangan
kandungan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Alfisols dan Aridisols kemungkinan
besar mempunyai sifat-sifat kimia tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan
kandungan nutrisinya cukup, akan tetapi umumnya mempunyai keterbatasan pada
mudahnya sifat-sifat fisik tanah yang mudah rusak/terdegradasi, misalnya saja
diakibatkan oleh pemadatan/Compaction dan oleh karena erosi. Untuk mengelola
besarnya aliran permukaan (run off) maka dapat dilakukan melalui pembangunan
struktur pencegah erosi (seperti : teras bangku, sengkedan, terjunan air, dan
lain-lain) yang akan bermanfaat untuk menurunkan resiko yang diakibatkan oleh
erosi.
B.PERUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
1.Perumusan masalah
Dengan mempelajari sifat-sifat tanah di daerah
tropis di dunia, maka kita dapat mengetahui dan memaparkan sifat-sifat fisik
utama yang dimiliki oleh tanah-tanah di kawasan tropika dan relevansinya
terhadap kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan lahan, sehingga seseorang dapat
mengelola ruang secara tepat guna.
2.Batasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar tulisan ini tidak
menyimpang dari tujuan yang ingin di capa. Adapun batasan masalah adalah
menganalisi sifat dan ciri tanah di daerah tropis, baik dalam arti khusus
maupun pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi dan penyebarannya di
muka bumi ini.
C. TUJUAN
DAN MANFAAT
1.Tujuan
yaitu untuk mengetahui sifat dan cirri tanah
pada kawasan daerah atau hutan tropis yang ada di dunia, dan Sebagai
penyelesaian tugas dari mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah di bawah bimbingan
Bapak Dr.Ir.M.Tufaila Hemon,M.P
2.Manfaat
Diharapkan dengan menganalisis sifat dan ciri tanah
pada kawasan hutan tropis di dunia Memperluas pengetahuan kita mengenai tanah,
baik dalam arti khusus maupun pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi
dan penyebarannya di muka bumi ini.
D.LANDASAN TEORI
1.Pengertian hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di
dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem. Berupa
hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat
unsur-unsur yang meliputi :
1.Suatu kesatuan ekosistem
2.Berupa hamparan lahan
3.Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
4. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang
dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling
ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai
subekosistem global menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain,
1996).
2. Pengertian Hutan Tropis
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang
paling subur. Hutan jenis ini terdapat di sekitar wilayah tropika atau dekat
wilayah tropika di bumi ini yang menerima curah hujan berlimpah sekitar
2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (rata-rata sekitar 25-26oC)
dan dengan kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan tersebut
adalah pohon tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie, 1980).
Hutan
hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama
adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Kanopi hutan menyebabkan iklim mikro
yang berbeda dengan keadaan di luarnya; cahaya kurang dan kelembaban yang lebih
tinggi dengan suhu yang rendah (Whitmore, 1998). Selanjutnya menurut Richard
(1966) dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu penutupnya
mayoritas terdiri dari tanaman berkayu berbentuk pohon. Sebagian besar tanaman
pemanjat dan beberapa jenis epifit yang berkayu (woody). Tumbuhan bawah
terdiri dari tumbuhan berkayu, semai (seedling) dan pancang (sapling),
belukar (shurb) dan pemanjat-pemanjat muda. Tumbuhan herba yang terdapat
ialah beberapa epifit sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam proporsi yang
relatif kecil.
3.Pengertian
Tanah
DefinisiTanah
1. Pendekatan Geologi (Akhir Abad XIX)
Tanah: adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
2. Pendekatan Pedologi (Dokuchaev 1870)
Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Murni. Kata Pedo =i gumpal tanah.
Tanah: adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: Bahan Induk, Iklim, Organisme, Topografi, dan Waktu.
3. Pendekatan Edaphologis (Jones dari Cornel University Inggris)
Kata Edaphos = bahan tanah subur.
Tanah adalah media tumbuh tanaman
1. Pendekatan Geologi (Akhir Abad XIX)
Tanah: adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
2. Pendekatan Pedologi (Dokuchaev 1870)
Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Murni. Kata Pedo =i gumpal tanah.
Tanah: adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: Bahan Induk, Iklim, Organisme, Topografi, dan Waktu.
3. Pendekatan Edaphologis (Jones dari Cornel University Inggris)
Kata Edaphos = bahan tanah subur.
Tanah adalah media tumbuh tanaman
E. METODE
PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini
yaitu jenis metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka. Metode pengumpulan
data ini dilakukan melalui riset kepustakaan untuk mendapatkan landasan teori
yang kuat sebagai dasar dari masalah yang di teliti, sehingga dapat memperoleh
kesimpulan yang tepat.
F. PEMBAHASAN
1.Persebaran hutan hujan tropis di seluruh dunia
Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah
beriklim tropis, dengan curah hujan tahunan minimum berkisar antara
1.750 millimetre (69 in) dan 2.000 millimetre (79 in).
Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F)
di sepanjang tahun Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian
sekitar 1.200 m dpl., di atas tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak
tergenang air dalam waktu lama), dan tidak memiliki musim kemarau yang nyata (jumlah bulan kering < 2). Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai
sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar
yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya
tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan
rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan
tajuk atas di hutan ini :
·
Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di
sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga
dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri
atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini
bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang
hingga 4,5 m.
·
Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya
antara 24–36 m.
·
Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung.
Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan
pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan.
Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya,
semisal berbagai jenis epifit (termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut
kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan.
Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di
lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh
sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang
dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan.
Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan,
yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat
kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap
naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana) yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk.
Akan tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka
kapang dan organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah
ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera
menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pemakan semut raksasa juga hidup di sini. Pada saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau
terbuka karena sesuatu sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang
kini kaya sinar matahari segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan
anakan pohon; membentuk sejenis rimba yang rapat.
2.Tanah Hutan Tropis
Tanah
adalah akumulasi tumbuhan alam yang bebas dan menduduki sebagian besar lapisan
atas permukaan bumi. Ada empat lapisan dari tanah yakni, lapisan tanah atas (topsoil),
lapisan tanah bawah (subsoil), lapisan batuan induk terlapuk (regalith)
dan lapisan batuan induk (bedrock). Tanah lapisan paling atas umumnya
sangat subur. Hal ini karena lapisan tanah atas bercampur dengan humus.Tanah
yang kaya dengan humus berwarna lebih hitam dibandingkan jenis tanah yang lain.
Humus berasal dari pembusukan hewan atau tumbuhan yang telah mati. Proses
pembusukan ini dibantu oleh hewan-hewan yang hidup di tanah, misalnya cacing
tanah. Cacing tanah ini memakan sampah-sampah yang ada di permukaan tanah.
Pembusukan itu menghasilkan bahan-bahan organik. Sampah-sampah yang tidak
dimakan oleh hewan-hewan ini, akan diuraikan oleh jamur. Sementara itu,tanah
lapisan bawah kurang subur dan mempunyai warna lebih terang.Tanah lapisan bawah
mengandung sedikit humus. Lapisan tanah yang terakhir atau paling bawah yaitu
bahan induk tanah. Bahan induk tanah merupakan lapisan tanah yang terdiri atas
bahan-bahan asli hasil pelapukan batuan. Lapisan ini disebut lapisan tanah asli
karena tidak tercampur dengan hasil pelapukan dari batuan lain. Biasanya
lapisan tanah ini warnanya sama dengan warna batuan asalnya. Tanah dikawasan
tropis mempunyai variasi yang cukup tinggi baik sifat fisika maupun sifat
kimianya. Variasi tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan dari variasi
suhu dan curah hujan dikawasan tropis. Bahkan dapat disebutkan bahwa keragaman
tanah didaerah tropis sebanding dengan keragaman kondisi iklimnya, baik lokal
maupun regional. Selain itu hubungan timbal balik antara vegetasi alami dan
tanah sangat dekat sehingga keragaman tipe vegetasi juga menunjukan secara
langsung dan tidak langsung pada keragaman sifat fisika dan kimia tanah.
Keragaman
sifat kimia dan fisika tanah dikawasan tropis tersebut dapat dinyatakan sebagai
sebaran kesuburan dan produktifitas tanah dari ekstrim sangat subur dan
produktif hingga ekstrim infertile. Meskipun demikian jika ingin dibuat
pernyataan umum tentang tanah kawasan tropis, terdapat kesamaan pada warnanya
yaitu merah terang atau kuning, umumnya mempunyai tekstur lempung dan berliat,
juga ditemukan tekstur berpasir pada lapisan-lapisan atas, kandungan basa
relative rendah, fraksi liatnya cukup kaya dengan alumunium dan silica. Bagian
terbesar tanah tropis merupakan tanah liat kuning atau merah yang sangat
intensif karena pencucian (leaching) dan sangat dipengaruhi oleh perubahan
iklim serta mempunyai kandungan hara yang rendah. Dalam beberapa system
klasifikasi tanah yang umum, tanah tersebut digolongkan sebagai oksisol dan
ultisol yang meliputi sekitar 50% tanah tropis (Sanchez, 1976). Pada kawasan
tropis di Amerika Selatan, 52.3% tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci
tingkat lanjut dan kandungan hara rendah, hanya 13.7% tanah disana yang
tergolong subur secara potensial. Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur
secara potensial lebih luas, yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan
kadar hara rendah hanya 7.9%. Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50%
tanahnya tergolong tidak subur dan hanya sekitar 27% yang tergolong subur.
Dengan demikian secara keseluruhan tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin.
Meskipun dalam beberapa kasus, dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang
berdekatan dengan sungai-sungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah
pertanian paling subur didunia.
Sebagian
besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Hutan hujan
tropis mempunyai ciri khas yang berbeda dengan hutan-hutan lainnya. Indonesia
adalah negara kepulauan yang mempunyai 17.500 lebih pulau yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke. Beragamnya tempat tumbuh dari hutan-hutan di Indonesia
membuat Hutan tropis Indonesia mempunyai ciri khas yang khusus dibandingkan
hutan di belahan bumi lainnya.
Banyak
para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis sebagai ekosistem spesifik, yang
hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya
sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini
memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi
tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi,
siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara nyata di lapangan, tipe
hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh
partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.
Kondisi
tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di samping kadar
silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan ini. Namun
dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu fungsi yang
menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling)
dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai
kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975). Kondisi tanah hutan ini juga
menunjukkan keunikan dan ciri khas tersendiri. Aktivitas biologis tanah lebih
bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut
sekitar 80% terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang rapuh (fragile
ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu
dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau
kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
Penyebaran golongan tanah amat erat hubungannya dengan
penyebaran tipe iklim dan penyebaran vegetasi alami. Sistem kumpulan tanah yang
dinamakan suborder dan penyebarannya dengan aktivitas manusia, sehingga manusia
itu sendiri dapat mengelola linkungan hidupnya secara tepat guna. Dengan
begitu, manusia tidak hanya memperlakukan tanah untuk tujuan agroekonomi,
tetapi juga untuk kecocokan atau tidaknya bagi keperluan teknologi bukan
pertanian seperti untuk pemasangan pipa, jalan raya, bangunan, industri dan
sebagainya. Untuk kepentingan tersebut, sehingga perlu mengetahui klasifikasi
dan penyebarannya. Adapun informasi/referensi mengenai pengelolaan sifat-sifat
fisik tanah di wilayah tropika masih sangat sedikit.
Namun demikian secara garis besar sifat-sifat
fisik tanah untuk beberapa ordo tanah di wilayah tropika dapat dijelaskan
secara singkat sebagai berikut:
a.Oxisols
Nama tersebut adalah berasal dari bahasa Prancis,
Oxide yang berarti oksida. Tanah oxisol adalah tanah yang telah mengalami
pelapukan hebat. Warna oxisol bervariasi dari kuning ke merah, coklat sampai
coklat kemerahan. Persebaran tanah oxisol paling luas di Afrika dan Amerika
Selatan. Secara umum, Oxisols mempunyai struktur tanah yang baik (Trapneli dan
Webster, 1986) dengan proporsi agregat-agregat mikro yang tinggi (ukuran 0.01 sampai
0.2 mm), stabil terhadap slaking dan memiliki trafficability yang moderat.
Konsekuensi untuk sebagian besar ordo Oxisols adalah meskipun teksturnya
berliat, namun mempunyai sifat seperti pasir halus. Laju keseimbangan
infiltrasi dan konduktifitas hidrolik yang jenuh dari tanah-tanah ini akan
dapat dengan mudah meningkat menjadi sangat cepat sampai pada kisaran antara 5
sampai 50 cm per jam. Penanaman yang terus menerus dan lalu lintas kendaraan
bermotor (alat-alat berat) akan meningkatkan degradasi struktural tanah-tanah
ini melalui pengerasan, pemadatan, penurunan laju infiltrasi sampai pada
tingkat yang rendah, tingginya run off, serta mudahnya terjadi proses erosi
yang dipercepat (Accelerated erosion).
b.Ultisols
Golongan tanah ini diklasifikasikan dengan elemen
formatifnya ult, singkatan dari ultimus (terakhir). Merupakan tanah yang telah
mengalami pelapukan paling hebat, ditandai dengan adanya pengaruh pencucian.
Tanah ultisols berkembang pada daerah iklim panas tropika. Memiliki horizon
argila (liat putih) yang mempunyai liat dengan kejenuhan alkalin lebih rendah
dari 35%. Horizon permukaannya berwarna merah sampai kuning, menunjukkan
terdapatnya akumulasi oksida besi yang bebas. Ultisols terbentuk pada region permukaan
lahan tua, umumnya di bawah vegetasi hutan.
c. lfisols
Berbeda dengan Oxisols, sebagian besar Alfisols
mempunyai tekstur tanah yang ringan pada horison permukaannya dan sering
mempunyai kandungan liat kurang dari 20%. Lebih lanjut, Alfisols pada wilayah
Tropika sub humid dan semi arid mempunyai fraksi endapan yang rendah, mempunyai
struktur yang lemah, serta dapat dengan mudah mengalami slaking, pengerasan dan
pemadatan. Dikarenakan oleh faktor utama rendahnya aktifitas liat (misalnya
kaolinit dan ilit) serta kandungan bahan organik yang rendah, maka sebagian
besar dari Alfisols juga akan dengan mudah mengeras (hard-setting), misalnya
saja kegiatan pengerasan tanah menjadi massa yang tidak berstruktur karena
pengeringan. Sebagian besar Alfisols di Afrika Barat dicirikan oleh tekstur
yang kasar pada horison permukaannya dan di lapisan yang lebih dalam adalah
liat atau horison argilik yang berupa konsentrasi dari kuarsa atau konkresi
batu kerikil. Di bawah vegetasi yang alami, sebagian besar Alfisols (dan juga
Ultisols) mempunyai kerapatan limbak (bulk density) yang rendah yaitu berkisar
1.0 t m-3 atau kurang, khususnya di wilayah-wilayah yang dicirikan oleh
aktifitas hewan tanah yang tinggi, misalnya rayap dan cacing tanah. Meskipun
demikian, besarnya kerapatan limbak dapat meningkat dengan cepat manakala pada
tanah-tanah tersebut ada aktifitas lalu lintas alat-alat berat yang tinggi.
Laju peningkatan besarnya kerapatan limbak biasanya akan cepat/tinggi pada
tanah-tanah yang memiliki bahan organik sedikit dan di dominasi oleh liat-liat
yang aktifitasnya rendah. Kerapatan limbak tanah dapat meningkat dari 0.8 t m-3
di bawah penutupan vegetasi alami sampai 1.4 t m-3 di lahan pertanian yang
memanfaatkan alat-alat berat. Peningkatan kerapatan limbak yang besar sebagai
akibat kegiatan deforestasi telah diamati di Afrika Barat oleh Lal dan Cummings
(1979), Hulugalle et al (1984) dan Ghuman & Lal (1991); serta di Amazon
bagian hulu oleh Alegre et al (1986). Tabel: Kerapatan limbak (Bulk Density)
tanah dan ketahanan tekanan tanah Alfisol pada kedalaman 0-5 cm di Nigeria
Selatan dan akibat kegiatan deforestasi. Perlakuan Deforestasi (Metode
Penebangan yang dipakai) Sebelum Deforestasi Satu Tahun Setelah Deforestasi
Kerapatan Limbak (BD) (t m -3) Ketahanan Tekanan (kPa) Kerapatan Limbak (BD) (t
m -3) Ketahanan Tekanan (kPa) 1. Manual 2. Shear Blade 3. Tree Pusher/Root rake
4. Tradisional 5. LSD (0.05) 0.73 0.81 0.69 0.69 TS 44 30 30 17 TS 1.46 1.38
1.45 1.16 0.01 170 144 132 121 20 Keterangan: TS = Tidak Signifikan Data yang
ditunjukkan pada Tabel di atas adalah sebuah contoh peningkatan kerapatan
limbak tanah yang besar sebagai akibat kegiatan deforestasi. Dimana pada kasus
ini, kerapatan limbak meningkat karena adanya dua faktor yang biasanya
diabaikan dalam metode pemanenan/eksploitasi hutan. Alasan mengapa di bawah
tegakan hutan mempunyai kerapatan limbak yang rendah adalah dikarenakan oleh
tingginya aktivitas hewan tanah seperti cacing tanah, rayap dan hewan-hewan
tanah lainnya. Tanah di bawah tegakan hutan akan terasa seperti busa jika kita
berjalan diatasnya, tanah ini juga ditutupi oleh lapisan tebal yang dibuat
cacing setebal 3 sampai 5 cm. Selain itu pada tanah ini juga terjadi aktifitas
yang intensif dari rayap-rayap maupun hewan tanah lainnya. Deforestasi akan
merubah suhu tanah dan regim kelembaban, menurunkan ketersediaan dan
keanekaragaman makanan, merusak habitat, dan menurunnya aktivitas biota tanah
secara drastis. Konsekuensinya adalah meningkatnya kerapatan limbak. Ketahanan
tekanan akan selaras dengan kerapatan limbaknya. Pengukuran ini dilakukan
sebelum dan sesudah kegiatan deforestasi, dan dibuat selama musim kering ketika
kandungan lengas tanahnya rendah. Setelah kegiatan deforestasi selesai maka
akan diikuti oleh kemudahan tanah di tempat tersebut mengalami pengerasan
(hardsetting) yang semakin meningkat. Perkembangan pengerasan atau penutupan
permukaan merupakan faktor pembatas fisik yang utama pada tanah ini karena
tanah menjadi tidak terlindungi dari pengaruh jatuhnya air hujan (raindrop impact)
serta cepatnya proses pengeringan setelah deforestasi. Meningkatnya kerapatan
limbak tanah (BD) sebagai akibat dari kehilangan bahan organik tanah,
menurunnya keanekaragaman tanah serta pengaruh air hujan akan mengakibatkan
menurunnya porositas makro dan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah (Lal dan
Cummings, 1979; Ghuman et al, 1991). Besarnya laju penurunan kapasitas
infiltrasi tergantung pada kondisi tanah sebelumnya. Sistem pengelolaan tanah
dan pohon yang meningkatkan aktivitas hewan tanah juga menjaga tingginya
kapasitas infiltrasi (Lavelle et al, 1992). Kerentanan terhadap kekeringan
(drough stress) akan semakin buruk karena lemahnya sifat struktural dan
cepatnya deteriorisasi (penurunan) agregat-agregat selama kerusakan tanah, suhu
tanah yang tinggi dan rendahnya kandungan lengas tanah.
d.Entisol
adalah tanah baru, tanah yang masih menunjukkan
asal bahan induk. Berdasarkan klasifikasi tanah tahun 1949, golongan tanah
entisol adalah Aluvial, Regosol, dan Litosol. Ciri khas Entisol adalah tanah
ini belum menunjukkan perkembangan horizon yang jelas atau perkembangannya baru
di mulai. Psamment adalah group yang penting pada ordo Entisol di wilayah
tropika. Konotasi dari Psamment adalah Entisol yang bertekstur pasir. Psamment
didominasi oleh tekstur yang kasar dan jarang sekali kandungan halusnya dari
pada pasir halus berliat pada kedalaman sampai sekitar 1 m dari permukaan.
Konsekuensinya adalah bahwa tanah-tanah ini mempunyai struktur single-grain,
mempunyai laju infiltrasi yang relatif lebih tinggi serta rendahnya kapasitas
menahan air yang tersedia. Sebagai tambahan, jika kekeringan (drough stress)
sering terjadi maka tanah-tanah ini akan mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK)
yang sangat rendah, serta kesuburan tanah sangat rendah pula. Keberhasilan
pertumbuhan tanaman pada Psamment membutuhkan adanya kegiatan konservasi
kelengasan tanah dan penggunaan pupuk organik maupun pupuk-pupuk kimia dengan
bijaksana untuk meningkatkan kesuburannya.
e.Aridisols
Merupakan tanah yang menduduki urutan pertama di
muka bumi ini. Aridisols berasal dari Bahasa Latin ’Aridus’ yang berarti
kering. Tanah ini mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan mengandung
larutan garam yang relatif tinggi, selain itu biasanya juga terdiri dari pasir
halus dan fraksi silt. Secara umum Aridisols mempunyai tekstur kasar sampai
menengah dengan proporsi bahan skeletal yang tinggi terdiri dari kerikil,
plintit yang mengeras serta bekas jalan aspal di padang pasir. Beberapa adalah
Gypsiferous dan Calcareous, dan dalam bentuk gundukan pasir adalah bentuk yang
umum. Konsekuensinya adalah bahwa Aridisols akan mudah mengalami pengerasan dan
membentuk penutup tanah serta memadat, tanah ini sering berada pada bentuk
padatan yang keras meskipun pada kondisi alaminya juga menunjukkan ciri sifat
hard-settingnya. Pengerasan permukaan mungkin akan mengakibatkan bagian
tersebut menjadi hidrofobik karena adanya bentukan lapisan alga selama musim
penghujan. Pengerasan alga sering menurunkan laju masuknya air bahkan dapat
mencapai nol, meningkatkan besarnya run off, banjir bandang, dan erosi parit
yang parah selama musim penghujan. Erosi oleh angin dan gangguan gundukan pasir
adalah permasalahan yang timbul selama musim kering.
f.Vertisols
Tanah vertisol (Bahasa Latin, verto = terbalik),
konotasinya adalah merupakan tanah yang lepas-lepas dan masuk terperosok ke
celah-celah / retakan–retakan tatkala tanah kering. Vertisol adalah golongan
tanah yang khas pada region-region bervegetasi savana atau stepa, di iklim
tropika dan subtropika yang memiliki musim kering dan basah berganti-ganti
dengan nyata. Tanah berubah-ubah kerena peralihan musim basah dan kering. Pada
musim kering, tanah mengalami retak-retak, bagian yang lepas dari epipedon jatuh
dan memasuki retakan-retakan sehingga tanah tanah tergambar sebagai terbalik
”verto”. Ciri khas vertisol yang lainnya adalah tanah ini juga kaya akan
pelikan liat yang tersebar merata pada tiap horizon, khususnya montmorilonit.
Tingginya kandungan liat montmorilonit biasanya lebih dari 30% pada kedalaman
diatas 50 cm sehingga memerlukan adanya manajemen/pengelolaan permasalahan yang
khusus pada tanah-tanah ini. Sifat tersebut termasuk rendahnya laju infiltrasi,
tingginya run off, kemudahan untuk dierosi oleh air dan rendahnya
trafficability selama musim hujan. Vertisol juga mudah mengalami salinisasi,
alkalisasi dan ketidakseimbangan nutrisi. Pemadatan dapat juga merupakan suatu
masalah, khususnya pada horison sub soil.
g. Inceptisols
Istilah Inceptisols berasal dari Bahasa
Latin, Incepticum yang berarti ‘mulai’. Inceptisols dapat berarti tanah muda.
Tanah ini umumnya banyak ditumbuhi semak cebol dan lumut. Penyebarannya hampir
dapat di semua region iklim. Tanah ini juga mendukung lingkungan yang baik untuk
lahan-lahan dengan rerumputan. Di Indonesia, tanah-tanah seperti glei, geli
humus termasuk ke dalam jenis tanah inseptisols. Bentangan tanah Inceptisols
yang paling luas adalah di region iklim dingin yang basah, biasanya dengan
salju abadi (tundra). Kelemahan tanah ini adalah sangat rentan akan terjadinya
proses pencucian.
G. PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3%
tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci tingkat lanjut dan kandungan hara
rendah, hanya 13.7% tanah disana yang tergolong subur secara potensial.
Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur secara potensial lebih luas,
yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara rendah hanya 7.9%.
Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong tidak subur dan
hanya sekitar 27% yang tergolong subur. Dengan demikian secara keseluruhan
tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin. Meskipun dalam beberapa kasus,
dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang berdekatan dengan sungai-sungai
dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling subur didunia.
2.Kumpulan tanah (suborder) memberikan indikasi
penyebaran golongan dari jenis tanah secara sebaran geografi.. Dengan begitu,
peluang untuk terjadinya kelalaian dalam hal pemanfaatan tanah/lahan dapat
ditekan sekecil mungkin, kelestarian alam khususnya tanah pun dapat terjaga
dengan baik. Tidak dapat disangkal pula, bahwa kelangsungan peradaban ini pun
adalah sangat bergantung kepada peranan tanah tempat kita berpijak. Dalam arti
sempitnya dapat dikatakan hidup kita ada di tangan kita sendiri. Tanah yang
dominan tersebar di daerah tropika ini adalah: 1. Oxisols (22,5% dari total
luas lahan yang ada di kawasan tropika) 2. Ultisols (10,6%) 5. Aridisol (18,4%)
3. Entisols (10,0%) 6. Alfisols (16,3%) 4. Inceptisols (5,0%) 7. Ordo-ordo
tanah lainnya hingga 17,2%. Dari beberapa jenis tanah tersebut di atas, tanah
Alfisol merupakan golongan tanah pertanian yang paling produktif apabila
kondisi iklim dan pengelolaannya dalam keadaan yang baik. Pemanfaatan tanah
Alfisol yang salah menyebabkan kerusakan sangat parah yang berakibat hilangnya
sifat produktif tanah tersebut. Banyaknya kecerobohan dalam pemanfaatan tanah
perlu diimbangi dengan usaha yang keras yang juga melibatkan hati nurani kita
untuk turut serta dalam pelestarian tanah.
B.Saran
Dengan adanya pengetahuan mengenai tanah, khususnya
tanah yang ada di daerah tropik diharapkan kita dapat memanfaatkan tanah
sebagai sumber daya yang utama dengan bijak dan tepat guna. Pemanfaatan tanah
yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan struktur tanah akan dapat menyebabkan
hilangnya fungsi dan produktivitas tanah. Untuk itu perlu sekali bagi kita
untuk mengetahui sifat fisik tanah-tanah utama di daerah tropis guna
menumbuhkan rasa kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan tempat kita
tinggal
DAFTAR PUSTAKA
http://www.satwa.net/193/mengenal-hutan-hujan-tropis.html
http://irwantoforester.wordpress.com/kondisi-hutan-tropis-di-indonesia/
http://forester-untad.blogspot.com/2013/06/makalah-kondisi-dan-sifat-tanah.html
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/ciri-khas-hutan-hujan-tropis.html
http://aprak-we.blogspot.com/2013/01/tanah-hutan-tropis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_hujan_tropika
http://jailaniahmad86.blogspot.com/2013/06/hutan-hujan-tropis-makalah_5.html
http://aprak-we.blogspot.com/2013/01/tanah-hutan-tropis.html
ABSTRACT
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai
hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu
basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni
kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa.
Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan,
Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam
peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal sebagai lowland
equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest,
atau secara ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika
merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia. Hutan
hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena
hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.
Tanah dikawasan tropis mempunyai variasi yang cukup
tinggi baik sifat fisika maupun sifat kimianya. Variasi tersebut sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari variasi suhu dan curah hujan dikawasan tropis. Bahkan
dapat disebutkan bahwa keragaman tanah didaerah tropis sebanding dengan
keragaman kondisi iklimnya, baik lokal maupun regional. Selain itu hubungan
timbal balik antara vegetasi alami dan tanah sangat dekat sehingga keragaman
tipe vegetasi juga menunjukan secara langsung dan tidak langsung pada keragaman
sifat fisika dan kimia tanah.
Keragaman sifat kimia dan fisika tanah dikawasan
tropis tersebut dapat dinyatakan sebagai sebaran kesuburan dan produktifitas
tanah dari ekstrim sangat subur dan produktif hingga ekstrim infertile.
Meskipun demikian jika ingin dibuat pernyataan umum tentang tanah kawasan
tropis, terdapat kesamaan pada warnanya yaitu merah terang atau kuning, umumnya
mempunyai tekstur lempung dan berliat, juga ditemukan tekstur berpasir pada lapisan-lapisan
atas, kandungan basa relative rendah, fraksi liatnya cukup kaya dengan
alumunium dan silica. Bagian terbesar tanah tropis merupakan tanah liat kuning
atau merah yang sangat intensif karena pencucian (leaching) dan sangat
dipengaruhi oleh perubahan iklim serta mempunyai kandungan hara yang rendah.
Dalam beberapa system klasifikasi tanah yang umum, tanah tersebut digolongkan
sebagai oksisol dan ultisol yang meliputi sekitar 50% tanah tropis (Sanchez,
1976).
Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3%
tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci tingkat lanjut dan kandungan hara
rendah, hanya 13.7% tanah disana yang tergolong subur secara potensial.
Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur secara potensial lebih luas,
yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara rendah hanya 7.9%.
Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong tidak subur dan
hanya sekitar 27% yang tergolong subur. Dengan demikian secara keseluruhan
tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin. Meskipun dalam beberapa kasus,
dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang berdekatan dengan
sungai-sungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling subur
didunia.
A.
LATAR BELAKANG
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai
hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu
basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni
kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa.
Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi
hutan ini dikenal sebagai lowland equatorial evergreen
rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau secara
ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika merupakan rumah
untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia. Hutan hujan
tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena hampir
1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini. Hutan adalah sebuah
kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan
menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di
wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida
(carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus
hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah
satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Tanah adalah akumulasi tumbuhan alam yang bebas dan
menduduki sebagian besar lapisan atas permukaan bumi. Ada empat lapisan dari
tanah yakni, lapisan tanah atas (topsoil), lapisan tanah bawah (subsoil),
lapisan batuan induk terlapuk (regalith) dan lapisan batuan induk (bedrock).
Tanah-tanah yang mendominasi kawasan tropika diantaranya adalah ordo Oxisols
(22,5%) dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika), Ultisols (10,6%),
aridisol (18,4%), alfisols (16,3%), entisols (10,0%) dan Inceptisols (5,0%).
Dengan beberapa pengecualian (misalnya saja pada ordo tanah Entisols,
Inceptisols, aridisols, mollisols dan Histosols), maka sebagian besar
tanah-tanah diwilayah tropika memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan
beberapa diantaranya memiliki hubungan yang cukup erat terhadap
keterbatasan-keterbatasan untuk penggunaan penanaman yang intensif. Sebagai
contoh, oxisols dan ultisols secara umum mempunyai sifat-sifat fisik yang
memadai bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi tingkat keasamannya tinggi (pH
rendah), selain itu juga mempunyai permasalahan terhadap ketidakseimbangan
kandungan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Alfisols dan Aridisols kemungkinan
besar mempunyai sifat-sifat kimia tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan
kandungan nutrisinya cukup, akan tetapi umumnya mempunyai keterbatasan pada
mudahnya sifat-sifat fisik tanah yang mudah rusak/terdegradasi, misalnya saja
diakibatkan oleh pemadatan/Compaction dan oleh karena erosi. Untuk mengelola
besarnya aliran permukaan (run off) maka dapat dilakukan melalui pembangunan
struktur pencegah erosi (seperti : teras bangku, sengkedan, terjunan air, dan
lain-lain) yang akan bermanfaat untuk menurunkan resiko yang diakibatkan oleh
erosi.
B.PERUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
1.Perumusan masalah
Dengan mempelajari sifat-sifat tanah di daerah
tropis di dunia, maka kita dapat mengetahui dan memaparkan sifat-sifat fisik
utama yang dimiliki oleh tanah-tanah di kawasan tropika dan relevansinya
terhadap kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan lahan, sehingga seseorang dapat
mengelola ruang secara tepat guna.
2.Batasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar tulisan ini tidak
menyimpang dari tujuan yang ingin di capa. Adapun batasan masalah adalah
menganalisi sifat dan ciri tanah di daerah tropis, baik dalam arti khusus
maupun pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi dan penyebarannya di
muka bumi ini.
C. TUJUAN
DAN MANFAAT
1.Tujuan
yaitu untuk mengetahui sifat dan cirri tanah
pada kawasan daerah atau hutan tropis yang ada di dunia, dan Sebagai
penyelesaian tugas dari mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah di bawah bimbingan
Bapak Dr.Ir.M.Tufaila Hemon,M.P
2.Manfaat
Diharapkan dengan menganalisis sifat dan ciri tanah
pada kawasan hutan tropis di dunia Memperluas pengetahuan kita mengenai tanah,
baik dalam arti khusus maupun pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi
dan penyebarannya di muka bumi ini.
D.LANDASAN TEORI
1.Pengertian hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di
dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem. Berupa
hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat
unsur-unsur yang meliputi :
1.Suatu kesatuan ekosistem
2.Berupa hamparan lahan
3.Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
4. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang
dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling
ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai
subekosistem global menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain,
1996).
2. Pengertian Hutan Tropis
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang
paling subur. Hutan jenis ini terdapat di sekitar wilayah tropika atau dekat
wilayah tropika di bumi ini yang menerima curah hujan berlimpah sekitar
2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (rata-rata sekitar 25-26oC)
dan dengan kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan tersebut
adalah pohon tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie, 1980).
Hutan
hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama
adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Kanopi hutan menyebabkan iklim mikro
yang berbeda dengan keadaan di luarnya; cahaya kurang dan kelembaban yang lebih
tinggi dengan suhu yang rendah (Whitmore, 1998). Selanjutnya menurut Richard
(1966) dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu penutupnya
mayoritas terdiri dari tanaman berkayu berbentuk pohon. Sebagian besar tanaman
pemanjat dan beberapa jenis epifit yang berkayu (woody). Tumbuhan bawah
terdiri dari tumbuhan berkayu, semai (seedling) dan pancang (sapling),
belukar (shurb) dan pemanjat-pemanjat muda. Tumbuhan herba yang terdapat
ialah beberapa epifit sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam proporsi yang
relatif kecil.
3.Pengertian
Tanah
DefinisiTanah
1. Pendekatan Geologi (Akhir Abad XIX)
Tanah: adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
2. Pendekatan Pedologi (Dokuchaev 1870)
Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Murni. Kata Pedo =i gumpal tanah.
Tanah: adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: Bahan Induk, Iklim, Organisme, Topografi, dan Waktu.
3. Pendekatan Edaphologis (Jones dari Cornel University Inggris)
Kata Edaphos = bahan tanah subur.
Tanah adalah media tumbuh tanaman
1. Pendekatan Geologi (Akhir Abad XIX)
Tanah: adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
2. Pendekatan Pedologi (Dokuchaev 1870)
Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Murni. Kata Pedo =i gumpal tanah.
Tanah: adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: Bahan Induk, Iklim, Organisme, Topografi, dan Waktu.
3. Pendekatan Edaphologis (Jones dari Cornel University Inggris)
Kata Edaphos = bahan tanah subur.
Tanah adalah media tumbuh tanaman
E. METODE
PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini
yaitu jenis metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka. Metode pengumpulan
data ini dilakukan melalui riset kepustakaan untuk mendapatkan landasan teori
yang kuat sebagai dasar dari masalah yang di teliti, sehingga dapat memperoleh
kesimpulan yang tepat.
F. PEMBAHASAN
1.Persebaran hutan hujan tropis di seluruh dunia
Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah
beriklim tropis, dengan curah hujan tahunan minimum berkisar antara
1.750 millimetre (69 in) dan 2.000 millimetre (79 in).
Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F)
di sepanjang tahun Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian
sekitar 1.200 m dpl., di atas tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak
tergenang air dalam waktu lama), dan tidak memiliki musim kemarau yang nyata (jumlah bulan kering < 2). Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai
sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar
yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya
tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan
rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan
tajuk atas di hutan ini :
·
Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di
sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga
dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri
atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini
bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang
hingga 4,5 m.
·
Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya
antara 24–36 m.
·
Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung.
Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan
pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan.
Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya,
semisal berbagai jenis epifit (termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut
kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan.
Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di
lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh
sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang
dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan.
Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan,
yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat
kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap
naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana) yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk.
Akan tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka
kapang dan organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah
ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera
menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pemakan semut raksasa juga hidup di sini. Pada saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau
terbuka karena sesuatu sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang
kini kaya sinar matahari segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan
anakan pohon; membentuk sejenis rimba yang rapat.
2.Tanah Hutan Tropis
Tanah
adalah akumulasi tumbuhan alam yang bebas dan menduduki sebagian besar lapisan
atas permukaan bumi. Ada empat lapisan dari tanah yakni, lapisan tanah atas (topsoil),
lapisan tanah bawah (subsoil), lapisan batuan induk terlapuk (regalith)
dan lapisan batuan induk (bedrock). Tanah lapisan paling atas umumnya
sangat subur. Hal ini karena lapisan tanah atas bercampur dengan humus.Tanah
yang kaya dengan humus berwarna lebih hitam dibandingkan jenis tanah yang lain.
Humus berasal dari pembusukan hewan atau tumbuhan yang telah mati. Proses
pembusukan ini dibantu oleh hewan-hewan yang hidup di tanah, misalnya cacing
tanah. Cacing tanah ini memakan sampah-sampah yang ada di permukaan tanah.
Pembusukan itu menghasilkan bahan-bahan organik. Sampah-sampah yang tidak
dimakan oleh hewan-hewan ini, akan diuraikan oleh jamur. Sementara itu,tanah
lapisan bawah kurang subur dan mempunyai warna lebih terang.Tanah lapisan bawah
mengandung sedikit humus. Lapisan tanah yang terakhir atau paling bawah yaitu
bahan induk tanah. Bahan induk tanah merupakan lapisan tanah yang terdiri atas
bahan-bahan asli hasil pelapukan batuan. Lapisan ini disebut lapisan tanah asli
karena tidak tercampur dengan hasil pelapukan dari batuan lain. Biasanya
lapisan tanah ini warnanya sama dengan warna batuan asalnya. Tanah dikawasan
tropis mempunyai variasi yang cukup tinggi baik sifat fisika maupun sifat
kimianya. Variasi tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan dari variasi
suhu dan curah hujan dikawasan tropis. Bahkan dapat disebutkan bahwa keragaman
tanah didaerah tropis sebanding dengan keragaman kondisi iklimnya, baik lokal
maupun regional. Selain itu hubungan timbal balik antara vegetasi alami dan
tanah sangat dekat sehingga keragaman tipe vegetasi juga menunjukan secara
langsung dan tidak langsung pada keragaman sifat fisika dan kimia tanah.
Keragaman
sifat kimia dan fisika tanah dikawasan tropis tersebut dapat dinyatakan sebagai
sebaran kesuburan dan produktifitas tanah dari ekstrim sangat subur dan
produktif hingga ekstrim infertile. Meskipun demikian jika ingin dibuat
pernyataan umum tentang tanah kawasan tropis, terdapat kesamaan pada warnanya
yaitu merah terang atau kuning, umumnya mempunyai tekstur lempung dan berliat,
juga ditemukan tekstur berpasir pada lapisan-lapisan atas, kandungan basa
relative rendah, fraksi liatnya cukup kaya dengan alumunium dan silica. Bagian
terbesar tanah tropis merupakan tanah liat kuning atau merah yang sangat
intensif karena pencucian (leaching) dan sangat dipengaruhi oleh perubahan
iklim serta mempunyai kandungan hara yang rendah. Dalam beberapa system
klasifikasi tanah yang umum, tanah tersebut digolongkan sebagai oksisol dan
ultisol yang meliputi sekitar 50% tanah tropis (Sanchez, 1976). Pada kawasan
tropis di Amerika Selatan, 52.3% tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci
tingkat lanjut dan kandungan hara rendah, hanya 13.7% tanah disana yang
tergolong subur secara potensial. Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur
secara potensial lebih luas, yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan
kadar hara rendah hanya 7.9%. Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50%
tanahnya tergolong tidak subur dan hanya sekitar 27% yang tergolong subur.
Dengan demikian secara keseluruhan tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin.
Meskipun dalam beberapa kasus, dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang
berdekatan dengan sungai-sungai dikawasan tropis tergolong dalam wilayah
pertanian paling subur didunia.
Sebagian
besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Hutan hujan
tropis mempunyai ciri khas yang berbeda dengan hutan-hutan lainnya. Indonesia
adalah negara kepulauan yang mempunyai 17.500 lebih pulau yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke. Beragamnya tempat tumbuh dari hutan-hutan di Indonesia
membuat Hutan tropis Indonesia mempunyai ciri khas yang khusus dibandingkan
hutan di belahan bumi lainnya.
Banyak
para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis sebagai ekosistem spesifik, yang
hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya
sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini
memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi
tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi,
siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara nyata di lapangan, tipe
hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh
partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.
Kondisi
tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di samping kadar
silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan ini. Namun
dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu fungsi yang
menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling)
dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai
kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975). Kondisi tanah hutan ini juga
menunjukkan keunikan dan ciri khas tersendiri. Aktivitas biologis tanah lebih
bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut
sekitar 80% terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang rapuh (fragile
ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu
dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau
kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
Penyebaran golongan tanah amat erat hubungannya dengan
penyebaran tipe iklim dan penyebaran vegetasi alami. Sistem kumpulan tanah yang
dinamakan suborder dan penyebarannya dengan aktivitas manusia, sehingga manusia
itu sendiri dapat mengelola linkungan hidupnya secara tepat guna. Dengan
begitu, manusia tidak hanya memperlakukan tanah untuk tujuan agroekonomi,
tetapi juga untuk kecocokan atau tidaknya bagi keperluan teknologi bukan
pertanian seperti untuk pemasangan pipa, jalan raya, bangunan, industri dan
sebagainya. Untuk kepentingan tersebut, sehingga perlu mengetahui klasifikasi
dan penyebarannya. Adapun informasi/referensi mengenai pengelolaan sifat-sifat
fisik tanah di wilayah tropika masih sangat sedikit.
Namun demikian secara garis besar sifat-sifat
fisik tanah untuk beberapa ordo tanah di wilayah tropika dapat dijelaskan
secara singkat sebagai berikut:
a.Oxisols
Nama tersebut adalah berasal dari bahasa Prancis,
Oxide yang berarti oksida. Tanah oxisol adalah tanah yang telah mengalami
pelapukan hebat. Warna oxisol bervariasi dari kuning ke merah, coklat sampai
coklat kemerahan. Persebaran tanah oxisol paling luas di Afrika dan Amerika
Selatan. Secara umum, Oxisols mempunyai struktur tanah yang baik (Trapneli dan
Webster, 1986) dengan proporsi agregat-agregat mikro yang tinggi (ukuran 0.01 sampai
0.2 mm), stabil terhadap slaking dan memiliki trafficability yang moderat.
Konsekuensi untuk sebagian besar ordo Oxisols adalah meskipun teksturnya
berliat, namun mempunyai sifat seperti pasir halus. Laju keseimbangan
infiltrasi dan konduktifitas hidrolik yang jenuh dari tanah-tanah ini akan
dapat dengan mudah meningkat menjadi sangat cepat sampai pada kisaran antara 5
sampai 50 cm per jam. Penanaman yang terus menerus dan lalu lintas kendaraan
bermotor (alat-alat berat) akan meningkatkan degradasi struktural tanah-tanah
ini melalui pengerasan, pemadatan, penurunan laju infiltrasi sampai pada
tingkat yang rendah, tingginya run off, serta mudahnya terjadi proses erosi
yang dipercepat (Accelerated erosion).
b.Ultisols
Golongan tanah ini diklasifikasikan dengan elemen
formatifnya ult, singkatan dari ultimus (terakhir). Merupakan tanah yang telah
mengalami pelapukan paling hebat, ditandai dengan adanya pengaruh pencucian.
Tanah ultisols berkembang pada daerah iklim panas tropika. Memiliki horizon
argila (liat putih) yang mempunyai liat dengan kejenuhan alkalin lebih rendah
dari 35%. Horizon permukaannya berwarna merah sampai kuning, menunjukkan
terdapatnya akumulasi oksida besi yang bebas. Ultisols terbentuk pada region permukaan
lahan tua, umumnya di bawah vegetasi hutan.
c. lfisols
Berbeda dengan Oxisols, sebagian besar Alfisols
mempunyai tekstur tanah yang ringan pada horison permukaannya dan sering
mempunyai kandungan liat kurang dari 20%. Lebih lanjut, Alfisols pada wilayah
Tropika sub humid dan semi arid mempunyai fraksi endapan yang rendah, mempunyai
struktur yang lemah, serta dapat dengan mudah mengalami slaking, pengerasan dan
pemadatan. Dikarenakan oleh faktor utama rendahnya aktifitas liat (misalnya
kaolinit dan ilit) serta kandungan bahan organik yang rendah, maka sebagian
besar dari Alfisols juga akan dengan mudah mengeras (hard-setting), misalnya
saja kegiatan pengerasan tanah menjadi massa yang tidak berstruktur karena
pengeringan. Sebagian besar Alfisols di Afrika Barat dicirikan oleh tekstur
yang kasar pada horison permukaannya dan di lapisan yang lebih dalam adalah
liat atau horison argilik yang berupa konsentrasi dari kuarsa atau konkresi
batu kerikil. Di bawah vegetasi yang alami, sebagian besar Alfisols (dan juga
Ultisols) mempunyai kerapatan limbak (bulk density) yang rendah yaitu berkisar
1.0 t m-3 atau kurang, khususnya di wilayah-wilayah yang dicirikan oleh
aktifitas hewan tanah yang tinggi, misalnya rayap dan cacing tanah. Meskipun
demikian, besarnya kerapatan limbak dapat meningkat dengan cepat manakala pada
tanah-tanah tersebut ada aktifitas lalu lintas alat-alat berat yang tinggi.
Laju peningkatan besarnya kerapatan limbak biasanya akan cepat/tinggi pada
tanah-tanah yang memiliki bahan organik sedikit dan di dominasi oleh liat-liat
yang aktifitasnya rendah. Kerapatan limbak tanah dapat meningkat dari 0.8 t m-3
di bawah penutupan vegetasi alami sampai 1.4 t m-3 di lahan pertanian yang
memanfaatkan alat-alat berat. Peningkatan kerapatan limbak yang besar sebagai
akibat kegiatan deforestasi telah diamati di Afrika Barat oleh Lal dan Cummings
(1979), Hulugalle et al (1984) dan Ghuman & Lal (1991); serta di Amazon
bagian hulu oleh Alegre et al (1986). Tabel: Kerapatan limbak (Bulk Density)
tanah dan ketahanan tekanan tanah Alfisol pada kedalaman 0-5 cm di Nigeria
Selatan dan akibat kegiatan deforestasi. Perlakuan Deforestasi (Metode
Penebangan yang dipakai) Sebelum Deforestasi Satu Tahun Setelah Deforestasi
Kerapatan Limbak (BD) (t m -3) Ketahanan Tekanan (kPa) Kerapatan Limbak (BD) (t
m -3) Ketahanan Tekanan (kPa) 1. Manual 2. Shear Blade 3. Tree Pusher/Root rake
4. Tradisional 5. LSD (0.05) 0.73 0.81 0.69 0.69 TS 44 30 30 17 TS 1.46 1.38
1.45 1.16 0.01 170 144 132 121 20 Keterangan: TS = Tidak Signifikan Data yang
ditunjukkan pada Tabel di atas adalah sebuah contoh peningkatan kerapatan
limbak tanah yang besar sebagai akibat kegiatan deforestasi. Dimana pada kasus
ini, kerapatan limbak meningkat karena adanya dua faktor yang biasanya
diabaikan dalam metode pemanenan/eksploitasi hutan. Alasan mengapa di bawah
tegakan hutan mempunyai kerapatan limbak yang rendah adalah dikarenakan oleh
tingginya aktivitas hewan tanah seperti cacing tanah, rayap dan hewan-hewan
tanah lainnya. Tanah di bawah tegakan hutan akan terasa seperti busa jika kita
berjalan diatasnya, tanah ini juga ditutupi oleh lapisan tebal yang dibuat
cacing setebal 3 sampai 5 cm. Selain itu pada tanah ini juga terjadi aktifitas
yang intensif dari rayap-rayap maupun hewan tanah lainnya. Deforestasi akan
merubah suhu tanah dan regim kelembaban, menurunkan ketersediaan dan
keanekaragaman makanan, merusak habitat, dan menurunnya aktivitas biota tanah
secara drastis. Konsekuensinya adalah meningkatnya kerapatan limbak. Ketahanan
tekanan akan selaras dengan kerapatan limbaknya. Pengukuran ini dilakukan
sebelum dan sesudah kegiatan deforestasi, dan dibuat selama musim kering ketika
kandungan lengas tanahnya rendah. Setelah kegiatan deforestasi selesai maka
akan diikuti oleh kemudahan tanah di tempat tersebut mengalami pengerasan
(hardsetting) yang semakin meningkat. Perkembangan pengerasan atau penutupan
permukaan merupakan faktor pembatas fisik yang utama pada tanah ini karena
tanah menjadi tidak terlindungi dari pengaruh jatuhnya air hujan (raindrop impact)
serta cepatnya proses pengeringan setelah deforestasi. Meningkatnya kerapatan
limbak tanah (BD) sebagai akibat dari kehilangan bahan organik tanah,
menurunnya keanekaragaman tanah serta pengaruh air hujan akan mengakibatkan
menurunnya porositas makro dan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah (Lal dan
Cummings, 1979; Ghuman et al, 1991). Besarnya laju penurunan kapasitas
infiltrasi tergantung pada kondisi tanah sebelumnya. Sistem pengelolaan tanah
dan pohon yang meningkatkan aktivitas hewan tanah juga menjaga tingginya
kapasitas infiltrasi (Lavelle et al, 1992). Kerentanan terhadap kekeringan
(drough stress) akan semakin buruk karena lemahnya sifat struktural dan
cepatnya deteriorisasi (penurunan) agregat-agregat selama kerusakan tanah, suhu
tanah yang tinggi dan rendahnya kandungan lengas tanah.
d.Entisol
adalah tanah baru, tanah yang masih menunjukkan
asal bahan induk. Berdasarkan klasifikasi tanah tahun 1949, golongan tanah
entisol adalah Aluvial, Regosol, dan Litosol. Ciri khas Entisol adalah tanah
ini belum menunjukkan perkembangan horizon yang jelas atau perkembangannya baru
di mulai. Psamment adalah group yang penting pada ordo Entisol di wilayah
tropika. Konotasi dari Psamment adalah Entisol yang bertekstur pasir. Psamment
didominasi oleh tekstur yang kasar dan jarang sekali kandungan halusnya dari
pada pasir halus berliat pada kedalaman sampai sekitar 1 m dari permukaan.
Konsekuensinya adalah bahwa tanah-tanah ini mempunyai struktur single-grain,
mempunyai laju infiltrasi yang relatif lebih tinggi serta rendahnya kapasitas
menahan air yang tersedia. Sebagai tambahan, jika kekeringan (drough stress)
sering terjadi maka tanah-tanah ini akan mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK)
yang sangat rendah, serta kesuburan tanah sangat rendah pula. Keberhasilan
pertumbuhan tanaman pada Psamment membutuhkan adanya kegiatan konservasi
kelengasan tanah dan penggunaan pupuk organik maupun pupuk-pupuk kimia dengan
bijaksana untuk meningkatkan kesuburannya.
e.Aridisols
Merupakan tanah yang menduduki urutan pertama di
muka bumi ini. Aridisols berasal dari Bahasa Latin ’Aridus’ yang berarti
kering. Tanah ini mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan mengandung
larutan garam yang relatif tinggi, selain itu biasanya juga terdiri dari pasir
halus dan fraksi silt. Secara umum Aridisols mempunyai tekstur kasar sampai
menengah dengan proporsi bahan skeletal yang tinggi terdiri dari kerikil,
plintit yang mengeras serta bekas jalan aspal di padang pasir. Beberapa adalah
Gypsiferous dan Calcareous, dan dalam bentuk gundukan pasir adalah bentuk yang
umum. Konsekuensinya adalah bahwa Aridisols akan mudah mengalami pengerasan dan
membentuk penutup tanah serta memadat, tanah ini sering berada pada bentuk
padatan yang keras meskipun pada kondisi alaminya juga menunjukkan ciri sifat
hard-settingnya. Pengerasan permukaan mungkin akan mengakibatkan bagian
tersebut menjadi hidrofobik karena adanya bentukan lapisan alga selama musim
penghujan. Pengerasan alga sering menurunkan laju masuknya air bahkan dapat
mencapai nol, meningkatkan besarnya run off, banjir bandang, dan erosi parit
yang parah selama musim penghujan. Erosi oleh angin dan gangguan gundukan pasir
adalah permasalahan yang timbul selama musim kering.
f.Vertisols
Tanah vertisol (Bahasa Latin, verto = terbalik),
konotasinya adalah merupakan tanah yang lepas-lepas dan masuk terperosok ke
celah-celah / retakan–retakan tatkala tanah kering. Vertisol adalah golongan
tanah yang khas pada region-region bervegetasi savana atau stepa, di iklim
tropika dan subtropika yang memiliki musim kering dan basah berganti-ganti
dengan nyata. Tanah berubah-ubah kerena peralihan musim basah dan kering. Pada
musim kering, tanah mengalami retak-retak, bagian yang lepas dari epipedon jatuh
dan memasuki retakan-retakan sehingga tanah tanah tergambar sebagai terbalik
”verto”. Ciri khas vertisol yang lainnya adalah tanah ini juga kaya akan
pelikan liat yang tersebar merata pada tiap horizon, khususnya montmorilonit.
Tingginya kandungan liat montmorilonit biasanya lebih dari 30% pada kedalaman
diatas 50 cm sehingga memerlukan adanya manajemen/pengelolaan permasalahan yang
khusus pada tanah-tanah ini. Sifat tersebut termasuk rendahnya laju infiltrasi,
tingginya run off, kemudahan untuk dierosi oleh air dan rendahnya
trafficability selama musim hujan. Vertisol juga mudah mengalami salinisasi,
alkalisasi dan ketidakseimbangan nutrisi. Pemadatan dapat juga merupakan suatu
masalah, khususnya pada horison sub soil.
g. Inceptisols
Istilah Inceptisols berasal dari Bahasa
Latin, Incepticum yang berarti ‘mulai’. Inceptisols dapat berarti tanah muda.
Tanah ini umumnya banyak ditumbuhi semak cebol dan lumut. Penyebarannya hampir
dapat di semua region iklim. Tanah ini juga mendukung lingkungan yang baik untuk
lahan-lahan dengan rerumputan. Di Indonesia, tanah-tanah seperti glei, geli
humus termasuk ke dalam jenis tanah inseptisols. Bentangan tanah Inceptisols
yang paling luas adalah di region iklim dingin yang basah, biasanya dengan
salju abadi (tundra). Kelemahan tanah ini adalah sangat rentan akan terjadinya
proses pencucian.
G. PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Pada kawasan tropis di Amerika Selatan, 52.3%
tanahnya adalah jenis tanah yang tercuci tingkat lanjut dan kandungan hara
rendah, hanya 13.7% tanah disana yang tergolong subur secara potensial.
Sebaliknya di Amerika Tengah tanah yang subur secara potensial lebih luas,
yaitu 44.1%, sedangkan tanah yang tercuci dan kadar hara rendah hanya 7.9%.
Dikawasan tropis Afrika dan Asia sekitar 50% tanahnya tergolong tidak subur dan
hanya sekitar 27% yang tergolong subur. Dengan demikian secara keseluruhan
tanah dikawasan tropis adalah tanah miskin. Meskipun dalam beberapa kasus,
dalam luasan yang terbatas, tanah alluvial, yang berdekatan dengan sungai-sungai
dikawasan tropis tergolong dalam wilayah pertanian paling subur didunia.
2.Kumpulan tanah (suborder) memberikan indikasi
penyebaran golongan dari jenis tanah secara sebaran geografi.. Dengan begitu,
peluang untuk terjadinya kelalaian dalam hal pemanfaatan tanah/lahan dapat
ditekan sekecil mungkin, kelestarian alam khususnya tanah pun dapat terjaga
dengan baik. Tidak dapat disangkal pula, bahwa kelangsungan peradaban ini pun
adalah sangat bergantung kepada peranan tanah tempat kita berpijak. Dalam arti
sempitnya dapat dikatakan hidup kita ada di tangan kita sendiri. Tanah yang
dominan tersebar di daerah tropika ini adalah: 1. Oxisols (22,5% dari total
luas lahan yang ada di kawasan tropika) 2. Ultisols (10,6%) 5. Aridisol (18,4%)
3. Entisols (10,0%) 6. Alfisols (16,3%) 4. Inceptisols (5,0%) 7. Ordo-ordo
tanah lainnya hingga 17,2%. Dari beberapa jenis tanah tersebut di atas, tanah
Alfisol merupakan golongan tanah pertanian yang paling produktif apabila
kondisi iklim dan pengelolaannya dalam keadaan yang baik. Pemanfaatan tanah
Alfisol yang salah menyebabkan kerusakan sangat parah yang berakibat hilangnya
sifat produktif tanah tersebut. Banyaknya kecerobohan dalam pemanfaatan tanah
perlu diimbangi dengan usaha yang keras yang juga melibatkan hati nurani kita
untuk turut serta dalam pelestarian tanah.
B.Saran
Dengan adanya pengetahuan mengenai tanah, khususnya
tanah yang ada di daerah tropik diharapkan kita dapat memanfaatkan tanah
sebagai sumber daya yang utama dengan bijak dan tepat guna. Pemanfaatan tanah
yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan struktur tanah akan dapat menyebabkan
hilangnya fungsi dan produktivitas tanah. Untuk itu perlu sekali bagi kita
untuk mengetahui sifat fisik tanah-tanah utama di daerah tropis guna
menumbuhkan rasa kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan tempat kita
tinggal
DAFTAR PUSTAKA
http://www.satwa.net/193/mengenal-hutan-hujan-tropis.html
http://irwantoforester.wordpress.com/kondisi-hutan-tropis-di-indonesia/
http://forester-untad.blogspot.com/2013/06/makalah-kondisi-dan-sifat-tanah.html
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/ciri-khas-hutan-hujan-tropis.html
http://aprak-we.blogspot.com/2013/01/tanah-hutan-tropis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_hujan_tropika
http://jailaniahmad86.blogspot.com/2013/06/hutan-hujan-tropis-makalah_5.html
http://aprak-we.blogspot.com/2013/01/tanah-hutan-tropis.html
Post a Comment for "SIFAT DAN CIRI TANAH PADA KAWASAN HUTAN TROPIS YANG ADA DI DUNIA"
Terima Kasih Telah Berkunjung